Sabtu, 20 Juni 2015

Selembar rindu untuk kekasih

Ku pikir, ku pikir dia akan bahagia saat aku datang.
Tiga hari tiga malam yang lalu sudah menjadi hari yang suram tanpa dirinya. Walau kasih sayang ibu bisa menggantikan kegelisahan, namun tetap saja rindu itu selalu terbayang.
Bukan bahagia senang sumringah yang ku harapkan muncul di wajahnya.
Layaknya aku yang selalu menyambutnya dengan kebahagiaan, namun..
Tatapan bingung dan seolah tidak menginginkan kehadiran ku, hanya itu.
Tidak ada pesan, hanya dibaca lalu diacuhkan. Oh apakah ini? Sebuah perpisahan? Bukan perpisahan yang ku takutkan, namun hal lain. Hal lain yang lebih penting dari perpisahan. Hilangnya cinta. Oh akan kah terjadi kembali.
Seharusnya aku sadar, semuanya perlahan berubah. Setiap orang memang berhak berubah, namun apakah, apakah secepat ini.
Berpuluh kali aku mengingatkan diri untuk yakin bahwa bisa menjalani hari-hari tanpa dirinya, bahwa sebelumnya aku juga bisa berbahagia. Lalu mengapa sekarang terasa sulit sekali. Hanya membayangkan hari-hari tanpa dirinya membuat tulang-tulang ku rapuh, sendi-sendi nyeri, dan bahkan ada yang lebih dari semua itu, organ sebelah dada kiri terasa sesak dan berhenti berdetak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar