Rabu, 11 Juni 2014

Someone Called it Love

Kisah ini bukan lah seperti kisah Lucy dan Fraam ataupun Caro dan James. Tidak juga akan Serena dan damian. Kisah ini tentang aku dan kau. Tentang kita dan kisah kita :)

----------------------------------

Hai. Nama ku Nade. Biasa dipanggil Nad. Hidup berkecukupan di sebuah kota kecil di london. Berprofesi sebagai seorang analis di sebuah rumah sakit swasta. Dilahirkan dari keluarga sederhana, berkecukupan dan bahagia. Usia ku akan mencapai 22 tahun bulan Desember mendatang. Almahrum ayah ku dulu adalah seorang guru di sekolah dasar, meninggal sembilan tahun yang lalu akibat kanker paru. Meskipun begitu, aku masih punya ibu yang selalu mendukung ku sepenuhnya, hingga sekarang.

Rumah kami bukanlah sebuah rumah megah nan mewah dikawasan elit sekelas Mayfair, ataupun Mary lebone. Hanya rumah sederhana di pinggiran kota kecil. Ibu ku tinggal sendirian, kakak kakak ku yang sudah memutuskan untuk menikah memilih mengikut suaminya masing masing. Begitu juga dengan abang abang ku.

Hidup kami terdahulu begitu sulit. Sangat sulit hingga aku selalu meneteskan mata setiap kali mengingatnya.

Teringat akan cerita dari kakak pertama ku. Jauh sebelum aku lahir, kakak ku selalu mengeluhkan sepatu usangnya yang begitu menyedihkan, hampir bolong semuanya. Harus tahan dengan olokan dari teman-teman sekolahnya.

Kami hanya bisa makan enak di pagi hari walau lauk sekedar telur yang didadar, karena sore hari tidak ada apa-apa untuk dimasak ibu ku. Sekedar beras yang diberikan oleh pemerintah cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Dimasak ibu dan digoreng seadanya dengan bawang dan garam, cukuplah untuk mengisi perut di sore hari.

Kakak ku harus berjualan kue di sekolah untuk menutupi kebutuhannya untuk bersekolah. Begitu menamatkan sekolah sempat bekerja kemudian menemukan kekasih hatinya. Mulai berumah tangga dan pindah dari rumah untuk memulai hidup baru bersama suaminya.

Abang abang ku juga yang bernasib sama dengan kakak ku harus menerima kenyataan bahwa setelah menamatkan sekolah tidak bisa melanjutkan kuliah di jenjang yang lebih tinggi. Terpaksa harus mencari kerja ke kota besar dengan harapan akan ada pekerjaan yang layak disana. Waktu itu aku masih sangat kecil, waktu ku hanya dihabiskan dengan bermain.

Usia ku dengan abang yang terakhir terpaut jauh, 11 tahun. Karena ibu ku mengira di usianya yang separuh baya itu tidak akan melahirkan anak lagi, membuatnya berhenti menggunakan obat kontrasepsi. Tapi takdir berkata lain, aku lahir. Seperti anak yang tidak diinginkan, aku hadir ditengah-tengah keluarga kami.

Begitu beranjak remaja, ketika kedua kakak sudah menikah dan abang ku yang nomor tiga pulang dari kota. Pulang membawa ilmu dan mulai membuka usaha sendiri sampai sekarang. Abang ku yang terakhir mulai mengajar di sebuah sekolah dasar sebagai guru honorer berbekalkan ilmu sewaktu sekolah. Melanjutkan pendidikan untuk menjadi guru pegawai negeri sipil yang menjanjikan hidup yang lebih mapan.