Rabu, 11 Juni 2014

Someone Called it Love

Kisah ini bukan lah seperti kisah Lucy dan Fraam ataupun Caro dan James. Tidak juga akan Serena dan damian. Kisah ini tentang aku dan kau. Tentang kita dan kisah kita :)

----------------------------------

Hai. Nama ku Nade. Biasa dipanggil Nad. Hidup berkecukupan di sebuah kota kecil di london. Berprofesi sebagai seorang analis di sebuah rumah sakit swasta. Dilahirkan dari keluarga sederhana, berkecukupan dan bahagia. Usia ku akan mencapai 22 tahun bulan Desember mendatang. Almahrum ayah ku dulu adalah seorang guru di sekolah dasar, meninggal sembilan tahun yang lalu akibat kanker paru. Meskipun begitu, aku masih punya ibu yang selalu mendukung ku sepenuhnya, hingga sekarang.

Rumah kami bukanlah sebuah rumah megah nan mewah dikawasan elit sekelas Mayfair, ataupun Mary lebone. Hanya rumah sederhana di pinggiran kota kecil. Ibu ku tinggal sendirian, kakak kakak ku yang sudah memutuskan untuk menikah memilih mengikut suaminya masing masing. Begitu juga dengan abang abang ku.

Hidup kami terdahulu begitu sulit. Sangat sulit hingga aku selalu meneteskan mata setiap kali mengingatnya.

Teringat akan cerita dari kakak pertama ku. Jauh sebelum aku lahir, kakak ku selalu mengeluhkan sepatu usangnya yang begitu menyedihkan, hampir bolong semuanya. Harus tahan dengan olokan dari teman-teman sekolahnya.

Kami hanya bisa makan enak di pagi hari walau lauk sekedar telur yang didadar, karena sore hari tidak ada apa-apa untuk dimasak ibu ku. Sekedar beras yang diberikan oleh pemerintah cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Dimasak ibu dan digoreng seadanya dengan bawang dan garam, cukuplah untuk mengisi perut di sore hari.

Kakak ku harus berjualan kue di sekolah untuk menutupi kebutuhannya untuk bersekolah. Begitu menamatkan sekolah sempat bekerja kemudian menemukan kekasih hatinya. Mulai berumah tangga dan pindah dari rumah untuk memulai hidup baru bersama suaminya.

Abang abang ku juga yang bernasib sama dengan kakak ku harus menerima kenyataan bahwa setelah menamatkan sekolah tidak bisa melanjutkan kuliah di jenjang yang lebih tinggi. Terpaksa harus mencari kerja ke kota besar dengan harapan akan ada pekerjaan yang layak disana. Waktu itu aku masih sangat kecil, waktu ku hanya dihabiskan dengan bermain.

Usia ku dengan abang yang terakhir terpaut jauh, 11 tahun. Karena ibu ku mengira di usianya yang separuh baya itu tidak akan melahirkan anak lagi, membuatnya berhenti menggunakan obat kontrasepsi. Tapi takdir berkata lain, aku lahir. Seperti anak yang tidak diinginkan, aku hadir ditengah-tengah keluarga kami.

Begitu beranjak remaja, ketika kedua kakak sudah menikah dan abang ku yang nomor tiga pulang dari kota. Pulang membawa ilmu dan mulai membuka usaha sendiri sampai sekarang. Abang ku yang terakhir mulai mengajar di sebuah sekolah dasar sebagai guru honorer berbekalkan ilmu sewaktu sekolah. Melanjutkan pendidikan untuk menjadi guru pegawai negeri sipil yang menjanjikan hidup yang lebih mapan.

Jumat, 07 Maret 2014

Sebuah Cerita Negeri Dongeng

Dari penulis:

Bukanlah cerita pertama yang ku buat, sedikit banyak berkaitan dengan masa lalu penulis, mengingat hobi penulis memang gemar membaca, hampir sekian banyak novel yang telah dibaca di wattpad, dari yang amatiran hingga ke Shanty Agatha yang memberikan inspirasi kepenulisan.
Cerita hanyalah sebuah masa lalu yang bisa kita ingat dan kita utarakan untuk saling berbagi dengan orang lain. Don't take so serious :) - Icmi Kadarsih


PART 1

MacCartney Xavier Lincoln
Grace Avery Brayden

Mac menghubungiku. Dia menguhubungiku. Entah bagaimana dan apa yang sebenarnya ada di otak gilanya itu, hingga hatinya berniat menghubungi ku lagi. Kau tidak akan tau bagaimana rasanya mendapat kabar mengejutkan yang kau tunggu berbulan-bulan, kau bahkan hampir melupakan semua memori yang tersisa lalu malam ini kau dikembalikan ke masa lalu. Sebuah masa lalu yang menghantam keras dadamu saat mengingatnya, masa lalu yang memberimu arti dari sebuah ikatan cinta yang tidak pernah tercapai dan bahkan belum terjalin seutuhnya.

-----------------------

Grace sedang duduk termenung di kamar ketika seseorang mengejutkannya dengan hambar. ''hey, tampaknya harimu membosankan. Ibumu bilang kau seharian di kamar dan aku menemukanmu menatap yang entah apapun itu di balik jendela tanpa tirai itu,'' Lucy terdiam sejenak, melihat tidak ada respon apa-apa dari grace yang selalu dipanggilnya gracey itu melanjutkan kata-katanya ''tapi itu bukan tujuanku untuk melihatmu melamun dengan datang ke sini.'' grace mengalihkan arah tatapannya, melirik Lucy sekilas tanpa minat. ''lalu?" terkesan hanya gumaman yang terdengar dari mulutnya. ''oh ayolah, ini sudah hampir sore dan kau masih berkutat disini? Ya Tuhan, lupakan dia gracey, lupakan. Kau hanya akan menyia-nyiakan waktumu disini untuk merenungi si bastard itu.'' mendengar Lucy mengomel-ngomel, dia hanya mengacuhkannya dan tampak mendengus, tetap tidak melepaskan pandangannya, di luar jendela hanyalah terlihat hiruk pikuk jalanan yang ramai, kendaraan berlalu lalang tanpa henti. Sekilas hanya taksi yang tampak berhenti mengambil penumpang, tapi kemudian kembali bergerak menelusuri setiap inci jalan.

Rumah Grace bukanlah tempat yang damai dimana suara burung dan ombak berpacu menghasilkan irama seperti pantai atau suara angin dan pepohonan yang menyejukkan seperti daerah pegunungan. Rumahnya terletak di pinggiran  Norwich St. yang merupakan rumah mungil semacam flat  peninggalan almahrum ayahnya. Rumah yang telah dihuni sejak pernikahan kedua orang tuanya itu tidak dapat dikatakan mewah. Tidak bisa disamakan dengan gedung-gedung besar di kawasan Marylebone atau perumahan mewah nan elit sekelas Mayfair. Tetapi walau tidak besar, rumahnya dapat memberikan kehangatan dan kenyamanan bagi grace.

Almahrum ayah Grace yang semula bekerja sebagai pegawai pemerintahan golongan dua mulai beranjak sakit-sakitan sejak tiga tahun yang lalu dan puncaknya ketika dua tahun lalu di bulan agustus awal musim gugur saat ayahnya diketahui menghidap penyakit kanker paru akibat kebiasaan merokok dari masa-masa muda menggerogoti tubuhnya makin lemah dan akhirnya menghembuskan nafas di usia enam puluh tiga tahun. Grace yang saat itu masih duduk di kelas dua SHS tengah menikmati masa-masa remajanya harus menelan pahit saat mendengar kabar ayahnya di rumah sakit sedang sekarat.
Peninggalan ayahnya yang masih dirawatnya dengan baik hanyalah sebuah mobil tua yang biasa dipakainya pergi ke kampus. Kakak tertua yang sudah menikah memilih mengikuti suaminya dan menetap di Brixton. Abangnya nomor dua yang sudah bekerja sebagai dosen di Newham College memutuskan untuk menetap di apartemennya di daerah Startford. Abangnya tidak pernah lupa untuk mengirim uang untuk ibunya setiap bulan, walau dicegah ibunya dengan mengatakan kalo uang pensiunan ayahnya masih lebih dari cukup untuk membiayai hidup grace berdua ibunya bahkan biaya kuliah grace yang hampir ratusan dollar itu ia dapatkan dengan beasiswa prestasi yang diraihnya sejak sekolah dasar.

Grace yang sekarang berusia sembilan belas tahun masih tidak mau membiarkan ibunya tinggal sendiri di rumah pusaka ayahnya ini. Selain kampus yang tidak terlalu jauh dari rumah, dia memilih untuk menjaga ibunya yang berumur setengah abad itu. Dia berdebat habis-habisan saat ibunya menyuruh dia memasuki universitas yang lebih baik yang jauh dari rumahnya, tapi tak jua niat ibunya digubris oleh grace.

Grace dengan perawakan tinggi semampai menuruni gen ayahnya, berkulit putih seperti salju dengan tubuh yang tidak terlalu kurus dan wajah yang tidak bisa dikatakan cantik namun lumayan manis untuk gadis di sekitaran komplek perumahan yang ditinggalinya, rambut coklat keriting sebahu dengan mata almond hidung lancip dan bibir mungilnya terasa sangat pas di wajahnya untuk dikatakan manis. Sedangkan Lucy, putri dari pasangan MacKenzii dan Hannah merupakan sahabat Grace dari kecil yang merupakan sepupu jauh Grace, tinggal di Cursitor St. tak berjauhan dari kompleks rumahnya. Bertaut usia dua tahun di atas grace, Lucy bukanlah gadis yang tidak menarik. Bisa dikatakan Lucy adalah gadis tercantik di daerah Cursitor. Bahkan saat memasuki tahap awal perkuliahan di universitas yang sama dengan Grace, Lucy digelari dengan sebutan "Primadona Baru" oleh seniornya. Dengan perawakan yang hampir sama dengan Grace, hanya Lucy lebih langsing dan kurus dari Grace, rambut pirang berkilauan yang diwarisi dari ibunya dan mata biru yang begitu memukau didapat dari Mr. MacKenzii dapat menyihir laki-laki yang takjub dengan dirinya.

Grace dan Lucy selalu bersekolah di tempat yang sama dari kecil, tak urung mereka kadang mengalami pertengkaran-pertengkaran kecil lalu kembali berbaikan setelah beberapa jam kemudian karena ikatan persahabatan antara keduanya sangatlah erat.

Seperti saat ini, Lucy yang mengetahui sahabatnya sedang patah hati dan terlalu berlarut-larut meratapi kesedihannya mencoba menghiburnya walau lebih terkesan mengomelinya. ''besok aku akan mengumumkan kalau kau adalah Grace yang sedang dalam keadaan single ke seluruh penjuru kampus.'' Seakan tersadar dari lamunannya Grace membelalakkan matanya dan menghadapkan tubuhnya ke Lucy, Lucy yang merasa pancingannya berhasil kemudian tersenyum lebar ke arah Grace. ''ya begitu, kalau kau mau. hahaha oh ayolah Grace, hidupmu masih panjang. Banyak yang harus kau tempuh.'' ''ini patah hati yang terberat luce, aku hanya membiarkan diriku berlama-lama dalam kondisi ini agar aku dapat move on dalam seminggu,'' sambil membetulkan duduknya Grace melanjutkan kata-katanya yang belum selesai ''ini baru dua hari, kau kan tau aku begitu mencintai si brengsek Grad. Paling tidak biarkan lewat tiga hari aku begini luce". Lucy yang menyadari kebenaran perkataan Grace mendengus ke arah jendela dan berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk diucapkannya. ''aku mengerti gracey sayang, tapi alangkah baik lagi jika kau menghibur dirimu sendiri dengan ikut aku berpesta malam ini, temukan pria lain, berdandan lah. Malam ini kau akan ku jemput tepat jam tujuh" Lucy berlalu meninggalkan rumah dengan mobil ford miliknya menyisakan Grace yang kembali menatap keluar jendela. Bangunan ditengah-tengah kota terasa lebih menarik baginya.

Tepat jam tujuh seperti yang dijanjikan tadi sore, Lucy datang menjemput Grace di kediamannya. Lucy dengan setelan gaun pesta bewarna turquoise tampak anggun dengan lekukan tubuhnya yang indah. Grace tidak kalah menariknya dengan Lucy, rambut coklatnya digelung indah dibelakang, mengenakan gaun bewarna peach yang memamerkan keindahan lekukan tubuhnya tampak begitu indah membalut tubuhnya, namun tidak dengan hatinya, masih terasa kelam dan sesak. Seolah oksigen di sekitarnya habis dan dia kehabisan napas. Dengan menarik napas dalam-dalam dia berdiri dan menggapai tas tangan yang dibelikan ibunya saat liburan musim panas tahun lalu.

Mereka berdua sudah melintas di jalanan kota London yang padat, Lucy mengoceh sepanjang jalan, terkesan berbicara dengan setir karena tubuh yang berada di jok penumpang hanya menatap keluar kaca jendela mobil melihat lalu lintas. ''gracey! graceey... kau mendengar ku?'' Lucy memetikkan jari jempol dengan tengahnya ke arah Grace, sejenak Grace menolehkan wajahnya ke arah Lucy ''kau mendengar ku kan Grace?" yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Grace. "seharusnya aku membawa mu ke Whisky Mist di Hertford, tapi Fraam ingin menemuiku sebentar di Cafe de Paris, lagi pula jalannya searah ke tempat tujuan awal kita, ini tidak akan lama Gracey. Aku hanya sebentar, tidak apa-apakan?'' Gracey yang tidak menyimak dari awal percakapan Lucy hanya mengiyakan sekenanya saja.

Lucy melajukan mobilnya melintasi Cranbourn St. dan berbelok ke arah Leicester Square menuju Wardour St tempat Cafe de Paris berada. Setelah memarkirkan mobilnya Lucy setengah menyeret Grace turun dari mobil dan masuk ke cafe. Tak begitu sulit untuk menemukan Fraam dengan segala ketampanannya di meja di tengah-tengah cafe. Dan bersamanya duduk juga seorang laki-laki berambut pirang dengan mata biru yang sama dengan Lucy disamping Fraam. Tubuhnya begitu sempurna, alis matanya yang tebal, wajah aristokrat yang dimilikinya sungguh membuat wajahnya benar-benar kelihatan tampan, tubuhnya pastilah tinggi sekali. Saat mereka berdua berdiri memberikan kesopanan kepada kedua gadis yang baru saja tiba, terlihat sekali laki-laki itu bertubuh tinggi dan atletis. ''Grace yang agak mengagumi ketampanan laki-laki itu sedikit malu-malu untuk duduk di hadapan laki-laki itu karena Lucy sudah pasti ingin duduk berdampingan dengan Fraam. Fraam, laki-laki yang akhirnya dapat menaklukkan Lucy yang begitu tampak sangat mencintainya tampak tampan dengan setelan resmi.

''Grace, kenalkan ini Mac, MacCartney Xavier Lincoln, putra tertua dari keturunan lincoln keluarga jauh ayahku. Mac, ini Grace, biasa dipanggil Gracey oleh ku, atau kalau kau mau, kau boleh memanggilnya begitu" seolah mengerti akan tatapan membunuh dari Grace, lucy menghentikan kata-katanya dan tersenyum lebar ke arah Grace. ''ayolah Grace, bersikaplah santai, kau bukan anak ABG lagi harus malu-malu begitu'' tak cukup dengan tatapan membunuh, Grace menendang kaki Lucy di bawah meja. ''aww..'' Lucy agak terpekik kaget saat Grace menendang kakinya. ''baiklah, baiklah. aku sengaja mampir kesini dahulu agar kau tidak canggung untuk berpasangan dengan Mac ke pesta. Biar kenal dulu. hehehe'' Lucy nyengir dengan wajah sok polosnya dan dibalas tatapan 'kau akan mati luce' oleh Grace.

Mac menatap dengan tajam, seolah ingin melahapnya. Sedikit risih yang Grace rasakan saat ditatap seperti itu oleh Mac, Grace mengedarkan arah pandangannya ke seluruh penjuru cafe di hadapannya tapi tetap saja tatapan Mac mengganggunya. Sedang Lucy masih bermanja-manjaan dengan Fraam, membuat Grace jengah setengah mati melihatnya. Dan ketika Grace kembali mengedarkan pandangannya, dia menangkap sosok jangkung sedang menarik kursi untuk seorang gadis cantik di seberang yang agak jauh dari meja mereka berempat duduk. Tampak mata Mac mengikuti arah tatapan Grace, seketika Lucy menyadari sesuatu, dia ikut mengikuti arah tatapan Grace. ''itu Grad, Gracey'' tanpa diberitahu Lucy pun, sebenarnya Grace sudah tahu siapa lelaki jangkung tersebut. Hanya sekedar ingin melihat respon Grace maka Lucy berkata demikian.

Tidak demikian halnya dengan Mac, dia mencoba menangkap apa yang sebenarnya terjadi, siapa laki-laki yang bernama Grad itu, dan bagaimana posisinya di antara mereka. ''aku tahu'' Grace sekedar menimpali. ''gadis yang sama yang ku temukan sedang mencium Grad di kelas dua hari yang lalu. Murahan sekali'' Grace tampak mengekspresikan kemarahannya tertahan.
''Laki-laki murahan memang pantas dengan gadis murahan pula, kau cukup pantas untuk meninggalkan laki-laki sampah ke tempat sampah seperti perempuan itu. Oh, aku tidak dapat membayangkan Grad dengan mudah terjerat dengan cinta Stanley yang murahan itu'' Lucy mendengus dan menyesap wine nya sembari melirik ke arah Mac. Sepupu ayahnya itu terus memandang wajah Grace dengan tatapan penuh arti. Mac bisa dikatakan paman Lucy karena merupakan sepupu dari ayahnya. Akan tetapi Mac tidak setua ayahnya, karena ayah Mac merupakan keturunan termuda dari keluarga Lincoln. Berbeda jauh dengan ayah Lucy yang merupakan anak tertua dari kakak pertama keturunan Lincoln. Sudah pastilah antar sepupu itu memiliki perbedaan umur yang cukup jauh dari sewajarnya. Mac baru akan berusia 30 tahun di bulan oktober mendatang. Sungguh merupakan usia keemasan untuk menggapai karir nya sebagai seorang konsultan berbakat di usianya itu.
Lucy menyadari ada sesuatu pada Mac yang berkaitan dengan Grace, tapi dia tidak tahu apa dan tidak terlalu ambil pusing dengan semua itu.

''baiklah nona-nona, apakah kalian siap berpesta. Suasana disini agaknya terlalu tegang untuk kita yang masih muda ini. Sebaiknya kita lanjutkan rencana yang sempat tertunda tadi'' Fraam menengahi suasana dan tampaknya berhasil. Mereka berempat kemudian beranjak dari sana dan mulai menuju ke parkiran, dan tentu saja Grace disuruh mengikuti Mac menuju Maybach Landauletnya yang harganya mendekati jutaan dollar itu. Lucy dengan sengaja menyuruh Fraam tidak membawa mobilnya dijemput Mac agar nanti Fraam bisa mengendarai mobil miliknya. Semua sudah diatur Lucy. Pertemuan ini semata untuk meredam patah hati Grace, soal mereka akan melanjutkan hubungan ke jenjang yang serius atau bagaimana itu tergantung mereka berdua lagi.

Grace yang sedari tadi hanya duduk terdiam menikmati kemewahan mobil Mac enggan untuk berbicara sedikit pun, mungkin diam adalah hal yang terbaik. mengingat Mac juga pendiam dan tidak banyak omong.

Sesampainya di pesta, Mac mencoba menggandeng tangan Grace dengan agak canggung, sementara Grace mencoba bersikap senyaman mungkin. Tatapan wanita-wanita di tempat pesta begitu menjengahkan, mereka memandang iri kepada Grace yang dengan wajah tidak begitu cantik, bahkan dengan gaun yang biasa-biasa saja dapat menggandeng seorang konsultan muda berparas tampan bak dewa. Bukan saja itu, ternyata Mac adalah yang empunya tempat pesta ini, Whisky Mist merupakan salah satu aset yang dimiliki oleh Mac. Grace yang tidak mengetahui betapa kayanya laki-laki disampingnya cukup dengan hanya mengetahui bahwa Mac hanyalah seorang konsultan berwajah tampan, tidak lebih. bahkan Grace tidak memusingkan darimana uang untuk membeli maybach seharga jutaan dollar, padahal kalo dipikir-pikir, gaji seorang konsultan memang lah besar namun tidak sebegitu besar untuk mendapatkan kemewahan yang seperti itu. Grace menikmati pestanya dan pulang dengan keadaan mabuk diantar oleh Mac. Hampir pingsan di tengah pesta, namun dengan sigap Mac tahu, bahwa gadis yang dibawanya ini sedang patah hati dan perlu pelampiasan seperti alkohol dan bergerak untuk menahan tubuh gadis itu agar tidak terjatuh. Fraam dengan kekasih tercintanya Lucy entah kemana, karena semenjak berpisah di lantai dansa mereka berdua tidak menampakkan batang hidungnya.

Sejenak Mac memandang gadis yang sedang tertidur disampingnya ini, dan mengecup pelan kening Grace. Dia tahu bahwa jatuh cinta pada gadis ini merupakan hal yang salah. Salah karena tidak dari awal mengatakan cintanya pada Grace. Dulu, dulu sekali Mac sedang berpacaran dengan seorang gadis pilihan ibunya karena Mac yang sudah berumur dua puluh lima tahun tak juga menampakkan tanda-tanda pernah mengencani seorang gadis pun. Ibunya sempat khawatir kalau-kalau Mac memiliki penyakit penyimpangan seksual. Tapi itu dibantah dengan keras oleh Mac. Untuk membuktikannya mau tidak mau Mac mencoba menjalani hubungan dengan anak konglomerat pilihan ibunya, Anabella. Karena saat itu, Grace Baru berumur empat belas tahun dan tidak memungkinkan bagi mac untuk mengencaninya. Mac sudah menyukai Grace sejak Grace masih kanak-kanak. Mata almond nya itu selalu mampu menyihir Mac yang kala itu bocah ingusan berumur enam belas tahun. Mac sempat mengkhawatirkan dirinya mengalami penyakit aneh karena menyukai anak kecil berusia lima tahun. Dulu Mac senang berkunjung ke rumah ayah Lucy dan menemukan Grace yang sedang asyik bermain. Kemudian delapan tahun semenjak kepindahan keluarga Mac ke Tottenham, Mac tidak pernah menemui Grace lagi. Mac menyelesaikan studinya untuk menjadi seorang konsultan, pernah sesekali ke London berkunjung ke kediaman MacKenzii, tapi tidak pernah menemukan Grace. Hampir melupakan mata almond itu karena setelah menyelesaikan study nya Mac langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan. Seharusnya warisan yang didapatkannya tidak perlu membuat dia harus bekerja, tapi menjadi seorang konsultan juga tidak apa-apa baginya, bekerja mungkin merupakan hal yang dianggapnya penting. Dia tidak mau menjadi tidak berguna hanya dengan menghabiskan harta warisan dan berfoya-foya, baginya itu pekerjaan orang idiot. Pada usianya yang ke dua puluh empat keluarganya kembali ke London membuat Mac kembali bertemu dengan Grace, saat itu Grace sedang menikmati masa awal remaja nya dengan Lucy yang merupakan sahabat Grace sejak kecil.

Sejenak Mac hampir tidak mengenali Grace tapi dengan mata almond nya yang begitu memancar Mac bisa dengan mudah mengenalinya. Mac menemukan Grace sedang mengunjungi sebuah toko kaset di pinggiran kota ketika Mac juga sempat mampir disana. Grace yang sudah pasti tidak mengenali Mac karena terakhir bertemu, Grace yang sedang memasuki tahap-tahap awal sekolah dasar masih sibuk bermain-main dengan Lucy tidak akan peduli dengan bocah abg ingusan seumuran Mac yang terkesan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Tidak dengan Mac yang memang sejak awal mengenal Grace dan tertarik kepadanya sampai sekarang, Mac hampir-hampir bisa dikatakan laki-laki dengan sedikit sekali pengalaman berpacaran memilih berstatus single hanya karena menunggu seorang gadis yang terpaut jauh di bawah umurnya.

Malam itu sesekali Mac menatap wajah damai gadis yang tertidur di bahunya, Mac menyuruh Robert supir pribadinya mengantar mereka berdua kembali ke rumah agar dia bisa dengan leluasa menjaga Grace yang sedang tertidur di jok belakang mobil. Ingin sekali rasanya Mac membawa Grace ke kediamannya di Golden Lane Estate, tapi laki-laki itu cukup waras untuk melakukan niatnya, supir berbelok dari Holborn menuju ke Norwich St. 

Sesampainya di rumah Grace, laki-laki itu menyadari status sosial yang cukup jauh berbeda antara dirinya dengan Grace, tapi dia tidak peduli. Dia tetap dengan pilihan hatinya. Ibu Grace yang sudah berumur itu membukakan pintu setelah Mac memencet bel dan sempat menawarkan untuk mampir sebentar sekedar untuk berbasa-basi. Tapi Mac dengan pribadinya yang menjunjung tinggi sopan santun dan telah tertanam sejak dini lebih memilih untuk beranjak pulang setelah membopong Grace ke kamarnya, karena disadarinya waktu sudah sangat larut. Mac berpamitan dengan ibu Grace sebentar kemudian berbalik menuju mobil yang terparkir tepat di hadapan rumah Grace. Ibu Grace yang memang sudah mengenal Mac walau sepintas lalu karena merupakan keluarga jauh dari sepupu ipar suaminya sempat terkejut melihat Grace pulang diantar oleh anak keturunan konglomerat itu.
seakan mengerti dengan tatapan ibu Grace, Mac sempat menjelaskan bahwa mereka pergi berempat dengan Lucy ke pesta di Whisky Mist. 

Grace terbangun di pagi hari dengan kepala pusing, muntah-muntah di wastafel. Terpaksa hari ini tidak masuk kuliah, tapi pagi Lucy menelpon menawarkan tumpangan berangkat ke kampus namun ibu Grace mengatakan bahwa Grace tidak dalam kondisi baik untuk pergi kuliah. Grace turun ke bawah dengan muka kusut layaknya bangun tidur sementara ibunya sudah menyiapkan sarapan pagi untuknya, semangkuk sup mungkin dapat meredakan pusing di kepalanya.

Dia tidak terlalu mengingat kejadian semalam, yang diingatnya hanya sekedar Mac yang memeluknya erat di lantai dansa, berapa banyak alkohol yang dihirupnya pun dia tidak mengingatnya. Ibunya menghampiri Grace yang setengah melamun keluar jendela, setelah memasukkan sebongkah roti tawar selai kacang dan semangkuk sup ke dalam perutnya, dirasanya sudah cukup dan menghentikan sarapan pagi itu. ''kenapa bisa Mac yang ku temukan di depan pintu mengantarmu pulang?'' ibunya menyesap kopi panas yang dipegangnya sejak tadi sambil bersedekap di samping meja tempat Grace menopang dagu dengan tangan kanannya. ''entahlah, aku tidak ingat bu. Mungkin dia merasa bertanggung jawab untuk membawa ku pulang karena bagaimanapun aku ke pesta bersama Lucy ditemani Fraam dan dia,'' sejenak terdiam Grace melanjutkan kata-katanya ''Lucy dan Fraam telah menghilang ketika kami turun ke lantai dansa'' tidak banyak kata yang keluar dari mulut Grace, dia sudah menapaki anak tangga menuju kamarnya ''kau mandilah, ibu mau menyuci piring bekas sarapanmu dulu, jangan lupa mandi Gracey!'' sedikit berteriak ibunya melepaskan kata-kata tersebut manakala Grace sudah sampai di depan pintu kamarnya, sekelebat bayangan Grad masih terasa, dikala laki-laki itu dengan gentlenya mengatakan bahwa dia sangat menyukai Grace dan ingin Grace menjadi pacarnya setahun lalu masih terbayang jelas di matanya, seakan tak mau hilang bahkan tak sedikitpun memudar. 

Dua hari yang lalu setelah menemukan Grad mencium perempuan murahan itu, pikiran Grace sangat kacau, pada malam hari dia bermimpi tentang Grad yang benjanji untuk melamarnya setelah menyelesaikan perkuliahan, ataupun mimpi tentang Grad yang pernah mencuri ciumannya di sela-sela mengerjakan tugas kuliah bersama di rumahnya. Kemudian mimpi itu semakin suram dengan tawa Stanley yang menertawakan dirinya di hadapan Grad karena telah berhasil merampas Grad darinya. Grad mungkin sangat berarti di kehidupan Grace setahun ini, kemana-mana Grad akan selalu menemani Grace, bahkan Grad yang mengantar ibunya ke rumah sakit ketika Grace tidak sempat karena sedang ikut kegiatan kampus di luar kota. Tapi tidak pernah menyangka akan Grad bermain curang di belakangnya, sudah banyak kabar tentang Grad berkencan dengan perempuan yang didengar Grace, namun tak urung dia mempedulikannya karena tidak pernah tampak di matanya Grad yang seperti itu. Bracelet dari Grad yang berinisialkan GG untuk Grad dan Grace telah dilemparnya jauh-jauh di pinggiran jalan kota london tiga hari yang lalu, tepat di malam setelah Grace memergoki Grad berciuman dengan Stanley di kelasnya. Semua terjadi begitu cepat, semuanya mengejutkan, tidak pernah diduganya akan seburuk ini.

Grace yang terlalu percaya dengan laki-laki itu tidak pernah menggubris kata-kata Lucy sebulan yang lalu saat menemukan Grad sedang menggandeng wanita berambut pirang di sebuah Mall. Grace bersikukuh kalau yang dilihat Lucy itu bukan Grad, karena dia dengan begitu yakinnya mengatakan bahwa Gradnya tidak akan pernah melakukan hal curang kepadanya.

Tapi keyakinan dapat runtuh begitu saja jika bukti telah terpampng di depan mata. Grace sungguh menyesali kebodohannya kali ini.

Pukul tujuh malam menjelang dinner ibunya membangunkan Grace yang tertidur setelah gadis itu berendam di bak mandi dalam waktu yang cukup lama. Sebuah pesan dari Mac yang tiba-tiba mengejutkannya dengan sebuah ajakan makan malam. Grace berat hati untuk membiarkan ibunya dinner sendirian di rumah dan lebih memilih untuk menolak ajakan Mac malam itu dengan halus dan alasan yang cukup meyakinkan Mac untuk menerima penolakan Grace.

Grace yakin kalau Mac bukanlah laki-laki yang pantas untuk menggantikan Grad, atau karena terlalu pantas, gadis itu tidak bermimpi untuk mendapatkan Mac yang tampannya melebihi Grad bahkan kemewahan yang dimiliki Mac sangat jauh berbeda di atas Grad. Grad yang sederhana dan wajah seadanya saja sudah bisa menyelingkuhinya dengan perempuan lain, apalagi Mac yang memiliki kelebihan di atas Grad, Grace menyadari kekurangannya dan tidak berharap banyak dari hubungannya dengan Mac. Mac pastilah memiliki banyak wanita untuk dikencani, tinggi indah semampai, cantik rupawan dari konglomerat ternama takkan mampu dikalahkan oleh Grace yang hanya dari keluarga biasa-biasa saja dan hidup berkecukupan. Wajahnya yang tidak dapat dikatakan cantik menambahkan daftar ketidakcocokan hubungannya dengan Mac. Dia seperti bebek betina buruk rupa yang dipadankan dengan angsa jantan berbulu menawan, sama sekali bukan mimpi yang pernah ada di benak Grace.

Beberapa hari setelah penolakan ajakan dari Mac, Grace tidak pernah berhubungan dengan Mac lagi. Lucy juga tidak pernah menyelipkan pembicaraannya tentang Mac disela-sela percakapannya dengan Grace. Sedikit merasa ada yang kurang di diri Grace, dia sadar bahwa hadirnya Mac yang bisa dibilang sebentar dapat mempengaruhi Grace, perlahan pikiran tentang Grad yang selama ini selalu menghantui Grace mulai memudar. Malah sekarang terganti dengan Mac. Grace sedikit menyesali penolakan ajakan Mac untuk makan malam beberapa hari yang lalu, tapi dia yakin jika Mac memang benar-benar menginginkannya Mac akan mencarinya. Grace sibuk dengan kuliahnya beberapa minggu ini, sekedar berjalan-jalan ke Mall dengan Lucy sering dilakukannya untuk melepas penat akan padatnya jadwal kuliah di semester ketiga dan keempat. Lucy masih bersama Fraam, gadis itu sudah jatuh cinta terlalu dalam dengan Fraam yang sudah dari awal memang mencintai Lucy, sempat tebersit sebuah pikiran di benak Grace, betapa beruntungnya Lucy telah menemukan cinta sejatinya yang juga mencintai dirinya. Fraam merupakan seorang konsultan sama seperti Mac, Mac merupakan senior Fraam dua tahun di atas Fraam. Fraam bertemu Lucy saat Mac mengadakan pesta di rumahnya yang ketika itu Lucy sebagai keponakan jauh Mac ikut menghadiri pesta di rumah Mac.

Menurut Lucy, Mac sering bertemu dengan Grace. Tapi Grace merasa tidak pernah bertemu dengan Mac, pertemuan pertamanya adalah di malam sebelum pesta itu di Cafe de Paris. Tetapi Grace tidak terlalu memikirkan hal itu, lagi pula Grace merasa sudah pasti tidak akan pernah berhubungan dengan Mac lagi. Mac sedari berbulan-bulan yang lalu semenjak penolakan ajakan makan malam itu tidak pernah menghubunginya lagi.

Lucy tiba di depan pintu kamar Grace saat dia sedang berdandan, memenuhi ajakan Lucy yang selalu menginginkan pesta setelah ujian semester usai. Mereka akan menuju O'neil club malam ini. Grace begitu indah dengan gaun 10cm di atas lutut berwarna koktail lembut, rambut setengah dibiarkannya tergerai. Lucy dengan tampilannya yang sudah pasti selalu memukau tampil cantik dengan gaun merah lembayung.

Mereka telah sampai di O'neil pada pukul sembilan lewat ketika sebuah Aston Martin melintas di hadapan mereka yang baru saja keluar dari parkiran. Grace tertegun sejenak memandang laki-laki di balik kemudi, tentu saja dia tau siapa laki-laki itu. Dia hanya menarik napas dalam-dalam dan melangkahkan kakinya kembali menuju pintu masuk club ketika Lucy agak sedikit menyeretnya, berharap semoga saja mobil tadi melintas menuju arah pulang, bukan baru saja datang. 

Suasana tampak meriah, salah seorang teman mereka yang biasa dipanggil Bryan mendekati Grace dan mencoba mengajaknya berdansa, Grace yang tidak mau tapi muka Bryan yang memaksa dan terus menempeli Grace membuatnya sedikit jengah, puncaknya ketika Bryan mencoba menarik tangan Grace dengan paksa, Grace mulai sedikit risih. Seseorang dengan tubuh yang menjulang dengan setelan resmi dan begitu tampan, bahkan mungkin dia yang paling tampan di tempat ini memegang tangan Bryan dengan keras dan matanya yang biru menatap Bryan dengan tatapan 'lepaskan dia atau kau mati' berhasil membuat Grace terkejut. Bryan yang menyadari siapa yang hendak dilawannya beringsut kabur dengan melepaskan tangan Grace dan menghindar dari mereka berdua. Grace yang sedari tadi masih dengan keterkejutannya disadarkan oleh bisikan laki-laki tadi untuk agak menjauh dari pesta. Sedikit berdesir di telinga Grace membuat Grace merasakan sesuatu yang dia tidak mengerti. Grace hanya melongo saat laki-laki itu membawanya ke ruangan belakang, ternyata di belakang terdapat sebuah tangga yang menuju ke lantai empat, karena O'neil itu sendiri club tiga lantai dengan terbuka untuk setiap lantainya di ballroom paling bawah dengan tangga di sepanjang sisi ballroom menuju lantai dua dan tiga. 

Di lantai empat, Grace sedikit terengah-engah ketika Mac menariknya dengan tergesa-gesa menuju lantai empat. Tidak mudah ketika seorang wanita berheels sepuluh centi menaiki tangga dari lantai satu menuju ke lantai empat. Ternyata di lantai empat terdapat sebuah ruangan minimalis yang di sekelilingnya dipenuhi taman berumput hijau dan tanaman hias, cukup indah untuk di lantai terbuka di rooftop seperti ini. Mac mengajak Grace masuk ke dalam ruangan itu, menuangkan wine untuk Grace dan brandy untuk dirinya sendiri. Sedikit canggung untuk grace berada di dalam ruangan sekecil ini. Di dalam ruangan ini terdapat sofa yang bisa dimulti-fungsikan sebagai tempat merebahkan badan dengan adanya sebuah bantal empuk dan selimut tipis di ujung sofa. Lengkap dengan lemari berisikan gelas dan minuman yang tidak sedikit diketahui oleh Grace tergantung di samping sofa. Di depannya tersampir sebuah LCD TV lengkap dengan sepasang stereo unik, walau terkesan minimalis, ruangan ini bisa dikatakan mewah, karena barang-barang di dalamnya tidaklah beharga standar. Grace pernah melihat Jam dinding yang terpajang di ruangan itu seharga ribuan dollar di sebuah iklan televisi.
Mac agak berdehem untuk mencairkan suasana canggung diantara mereka berdua.

''kenapa kau membawa ku kesini, Mac? Bukankah pestanya di bawah? Dan tempat a....'' sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Mac sudah terlebih dahulu membungkam mulut Grace dengan bibirnya. Begitu dalam dan panas. Hanya sebentar karena kemudian Mac melepaskan bibirnya dengan enggan menyadari dirinya yang berkepribadian menjunjung tinggi kesopanan Mac tidak mau dianggap laki-laki kurang ajar yang bertindak bar-bar dengan wanita yang dicintainya. ''maafkan aku, aku lepas kontrol'' Grace yang masih terkejut dengan ciuman Mac barusan masih memasang wajah terkejut dengan pikiran melayang yang entah kemana. Seakan kehabisan oksigen, Grace menarik napas dalam-dalam untuk memenuhi paru-paru nya yang kekurangan oksigen. ''sebaiknya aku mengantarmu pulang'' Grace yang belum sadar sepenuhnya tersentak kaget dengan perkataan Mac yang berniat untuk mengantarnya pulang, ''tapi pesta baru saja dimulai, Mac'' ''aku tau, tapi aku tidak akan tahan melihatmu berdansa dengan laki-laki lain'' ''Mac, maksudmu?" ''sudahlah Grace, ikuti saja kata-kata ku. Atau kau mau berada disini sepanjang  malam bersama ku?" "eh?'' Grace agak terkesiap mendengar kata-kata Mac yang terakhir. Seakan mengerti akan ekspresi Grace, Mac mencoba menjelaskan ''aku hanya tidak ingin kau diganggu laki-laki seperti Bryan tadi. Lucy sibuk dengan Fraam, tidak akan mengindahkanmu yang sendirian itu.'' sempat Grace berpikir kenapa Mac seolah mengkhawatirkannya, tapi dibuangnya jauh-jauh pikiran itu mengingat betapa berbedanya dirinya dengan Mac dilihat dari segi apapun. Mungkin Mac hanya merasa bertanggung jawab terhadap Grace karena Lucy pasti telah menitipkan Grace kepada Mac sementara Lucy bersama dengan Fraam. Menyadari akan hal itu, perasaan sedih sempat menghampiri benaknya, ''atau kau mau ke tempat lain? aku bisa membawamu ke semua tempat yang mau kau kunjungi.'' pertanyaan ajakan yang sangat menggiurkan bagi Grace, ini baru saja lewat pukul sepuluh malam, sungguh tidak rela dia melepaskan malam ini yang merupakan malam libur setelah sebulan menghadapi persiapan ujian dan ujiannya itu sendiri. Apalagi malam ini akan ditemani oleh seorang laki-laki tampan pula. Biarlah dia membiarkan akal sehatnya meronta dan membiarkan hatinya memilih menghabiskan malam ini bersama Mac ''aku menyerahkan malam ini kepadamu Mac'' diterima dengan senyuman yang lebar dari bibir Mac.

-----------------------


PART 2


Mac kembali menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah Grace, matanya penuh binar bahagia ketika malam ini dia dengan leluasa memeluk dengan posesif gadis yang dari dahulu sudah memporak-porandakan hatinya.  Dikecupnya kening Grace dengan sayang dan penuh kelembutan saat perjalanan pulang, mungkin Grace tidak akan menyadari cintanya malam ini, dia masih akan dengan sabar menunggu sampai Grace siap menerimanya. Mac yakin sekali kalau Grace adalah jodohnya, tidak ada yang lebih pantas dari Grace untuk memenuhi hatinya. Karena sejak dulu, hatinya telah penuh oleh Grace. Keesokan harinya begitu mengetahui bertemu Grace merupakan hal yang 'addicted', begitu Mac menyebut Grace untuknya, seakan candu Mac akan selalu ingin bertemu dengan Grace. 

Mac memutuskan untuk mengirimi sebuah pesan untuk Grace, berisi sebuah ajakan makan malam, tapi ditolak mentah-mentah oleh Grace dengan alasan ibunya akan makan malam sendirian di rumah. Mac memaklumi hal tersebut dan berniat untuk mengajaknya di lain waktu. 

Pagi-pagi Mac dikagetkan dengan kabar yang mengejutkan dari rumah orang tuanya di kawasan Clerkenwell. Ayahnya mengalami serangan jantung dan sekarang sedang dirawat di Royal London Hospital. Mac yang terbangun dari tidurnya langsung bergegas menuju rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Di sana dia langsung bertemu dengan ibunya, Mrs. Lincoln, yang telah menunggu ayahnya sejak tadi dini hari. Mac yang sering dipanggil 'our Mac' oleh ibunya langsung berlari memeluk tubuh ibunya, tampak goresan-goresan wajah yang menunjukkan betapa wanita itu sudah lama hidup di dunia ini. Raut wajah ibunya yang begitu mencemaskan ayahnya sangat jelas ditunjukkan kepada Mac.

Mac yang merupakan penerus dari perusahaan-perusahaan yang ayahnya kelola terpaksa harus terjun langsung menggantikan ayahnya. Menjaga harga saham perusahaan tetap stabil meski akan beredar kabar bahwa yang Agung sedang sakit keras dan sedang meregang nyawa.

Siang ini Mac menyempatkan diri mampir di rumah sakit untuk menemui ayahnya dan memberi kabar kepada ibunya yang tercinta. Kemudian Mac memutuskan untuk makan siang di Dans le Noir, tanpa disangka di sebelah meja tempatnya makan adalah merupakan Anabella, wanita yang sempat dijodohkan ibunya beberapa tahun yang lalu. Hubungan mereka kandas yang mana dari pihak Mac sendiri yang tidak begitu tertarik dengan Ann membuat hubungan keduanya kaku, ditambah lagi Ann harus melanjutkan study-nya ke Paris sebagai Designer. Sungguh disayangkan ibunya mereka harus berpisah seperti itu. Ann yang merasa mengenal laki-laki di sampingnya berniat untuk menyapanya, namun sudah terlambat karena Mac hanya menatapnya sebentar lalu memalingkan wajahnya untuk segera beranjak dari tempat itu setelah meletakkan beberapa helai uang di meja. Seolah di acuhkan begitu Ann merasa tersinggung, dia mencoba untuk menganggap Mac mungkin lupa padanya, karena dulu Ann adalah seorang gadis berambut pirang bergelombang dan lugu. Sedangkan sekarang Ann sudah menjadi Designer ternama di Paris, rambutnya sekarang dipotong pendek sebahu dengan elegan dan gaya berpakaiannya tidak lagi mengikuti trend wanita inggris, melainkan Paris kota Mode.

Mac bisa dikatakan menghadapi masa-masa sibuknya saat ini, mengelola Colyer London, Condor Cycles dan beberapa perusahaan ayahnya yang lain sungguh menyita waktunya. Pernah sesekali dia menyempatkan diri untuk melihat Grace dari kejauhan, saat dia melihat Grace sedang berjalan di trotoar di sekitaran Holborn Rd. ingin sekali rasanya dia menghampiri Grace dan mengajaknya makan siang bersama. Namun di hari itu dia sudah memiliki janji temu dengan klien penting perusaahaan ayahnya di Little Bay Resto Farringdon yang sudah pasti tidak bisa dibatalkan.

Cukuplah baginya hari ini hanya dengan melihat wajah Grace dari kejauhan. Seminggu kemudian saat kondisi ayahnya masih belum benar-benar stabil dia diharuskan terbang ke Jerman untuk mengurus cabang di sana.

Kehidupan Mac selama sebulan ini benar benar menguras tenaga. Tapi paling tidak dia menganggap ini sebagai persiapan untuk memegang kendali seluruh aset warisan dari ayahnya. Karena dia adalah putra tertua dari keturunan Lincoln. Adik perempuannya, si cantik Gabriella telah dipersunting seorang konglomerat ternama tiga tahun lalu ketika Aby berusia dua puluh tiga tahun. Aby dengan Mac hanya terpaut usia empat tahun saja. Adiknya tidak mungkin mau menguruskan perusahaan sebanyak itu, selain dia disibukkan dengan anak keduanya yang baru saja lahir, Aby juga tidak terlalu mengerti tentang serba-serbi mengurus perusahaan. Perkuliahan Aby berbeda jurusan dengan Mac. Aby merupakan seorang dokter spesialis gigi. Mau tidak mau Mac yang mengambil alih semuanya. Mac yang ketika kuliah fokus menjadi seorang konsultan mengambil dua jurusan dengan business and management sebagai jurusan kedua. Ayahnya memperbolehkan asal Mac mampu.
Sementara ayahnya yang masih memegang perusahaan, Mac memutuskan menjadi seorang konsultan untuk mengisi sisa-sisa waktu luangnya.

Tiga bulan berlalu, walau sekarang ayahnya sudah pulih tapi tetap saja dokter menyarankan ayahnya istirahat total selama satu bulan penuh. Mac yang menyadari itu memaklumi dan tetap dalam posisi menggantikan ayahnya di perusahaan. Namun sekarang sudah tidak terlalu sibuk karena ayahnya memberikan instruksi pekerjaan lewat asisten pribadinya untuk membantu Mac. Mac sempat ingin mengajak Grace makan malam manakala Lucy memberitahukan kalau mereka sedang dalam persiapan menghadapi ujian semester. Mac terpaksa mengurungkan niatnya. Sempat dia menemukan Grace sedang jalan-jalan di pinggiran kota bersama ibunya. Hendak menyapa sekenanya tapi Mac merasa kurang pas untuk melakukan hal itu karena sudah menghilang sejak berbulan-bulan yang lalu dari hadapan Grace, 'pasti ada saat yang tepat' hanya itu yang dapat dikatakan Mac pada dirinya sendiri.

Menjelang musim panas, Mac sengaja mengadakan sebuah pesta di sebuah club, O'neil Club, yang diberikan ayahnya sebagai hadiah saat dia berulang tahun yang ke dua puluh satu. Mac yang pastinya dengan senang hati mengundang Lucy untuk hadir di pesta tersebut, tujuannya hanya satu, Grace akan datang menemani Lucy di pestanya itu. Mac sedang mengendarai Aston Martinnya ketika berpapasan dengan Grace dan Lucy di parkiran, Grace yang sempat menoleh ketika mobil Mac lewat menghentikan langkahnya, Lucy yang selesai memarkirkan mobilnya langsung bergerak menyeret Grace ke pintu masuk. Mac yang sepertinya berharap Grace akan dengan senang hati menunggu Mac, tapi dia sadar hubungan mereka hanya sebatas pemahaman Grace, bukan Mac.

Mac memasuki O'neil dan menemui teman-temannya ketika dia melihat Grace sedang berbincang dengan salah seorang teman kampusnya, Bryan. Mac sungguh mengenal Bryan, playboy yang dikenal suka berpesta tiap malamnya dengan sederetan perempuan yang berbeda digandengnya. Tak jarang Mac menemukan Bryan mampir di club-clubnya tiap malam, Bryan sudah dikenal banyak bartender yang bekerja dengan Mac. Tampaknya Bryan salah meletakkan arah mata pancingnya malam ini, ikan yang ingin dipancing Bryan adalah milik Mac. Mac meninggalkan koleganya dan bergerak menuju ke arah mereka berdua. Dilihatnya dari kejauhan Bryan sedang memaksa Grace dengan menarik tangan Grace dengan paksa. Mac langsung bergerak memegang tangan Bryan dengan erat hingga hampir meremukkan tulangnya. Tatapan membunuh dari Mac dijadikan warning bagi Bryan, karena tentu saja Bryan mengetahui siapa Mac dan tidak mau berurusan dengan Mac, Mac merupakan orang yang berpengaruh di London, dengan pengaruhnya tentu saja seseorang bisa dibuat enyah terisolasi dari London. 

Bryan beringsut melepaskan tangan Grace dan menjauhi mereka berdua. Ditatapnya Grace yang masih terkejut akan kejadian barusan, Mac membisikkan sesuatu ke telinga Grace, dan menarik Grace untuk mengikutinya ke lantai teratas gedung O'neil, tempat dimana dia biasa berada ketika di O'neil atau sekedar melepas penat saat mengunjungi clubnya itu. Para pekerja di O'neil mengetahui kalau lantai teratas dari gedung itu merupakan area pribadi pemilik O'neil. bahkan di pintu masuk menuju tangga teratas terdapat kunci otomatis yang hanya Mac tau kode passwordnya.

Mac yang sedari tadi memegang tangan Grace, begitu memasuki ruangan dan mendudukkan Grace di sofa bergerak melepaskan genggamannya dan berjalan menuju lemari di samping sofa, mengeluarkan gelas dan botol minuman dari lemari tersebut. Grace yang seperti terheran-heran dengan adanya ruangan ini disadarkan oleh Mac dengan memberikan gelas wine kepada Grace. Grace mencoba bertanya kepada Mac alasannya membawa Grace ke ruangan ini, namun belum sempat Grace menyelesaikan kata-katanya, Mac, yang sedari tadi ingin mencium Grace langsung membungkam mulut Grace dengan bibirnya. Hangat dan basah, dengan penuh tekanan Mac menikmati bibir Grace. Namun tergesit dipikiran Mac bahwa ini adalah salah. Grace pasti akan mengira Mac bertindak tidak sopan dengan mencuri ciuman dari Grace. Mac melepaskan bibirnya dari Grace dengan terpaksa, dan mencoba untuk menahan gelora yang panas membara pada dirinya ''maafkan aku, aku lepas kontrol'' Mac mencoba menjelaskan yang mungkin akan di anggap konyol oleh Grace. Mac berniat mengantar Grace pulang namun Grace bersikukuh tidak ingin pulang. Grace langsung menerima ajakan Mac untuk pergi jalan-jalan ke tempat yang Grace ingini. Betapa bahagianya Mac saat Grace mengatakan akan mengikuti kemanapun Mac membawanya. Rasa bahagia yang begitu membuncah di dadanya tak dapat diekspresikannya selain memberikan senyuman lebar kepada Grace.

Mac melajukan mobilnya bergerak menuju ke arah kawasan Mayfair, mengarah ke salah satu bangunan megah puluhan tingkat, Regus. Grace terheran-heran ketika Mac membawa Grace ke tempat ini. Setelah memarkirkan mobilnya, Mac tidak peduli dengan tatapan bingung Grace, dia menggenggam tangan Grace dan menariknya menuju pintu lift, membawa Grace ke lantai teratas. Sama seperti O'neil, Regus juga memiliki rooftop yang serupa namun lebih besar dan luas. Mac membawa Grace menuju sebuah ruangan full kaca, memperlihatkan pemandangan yang sungguh indah di malam hari. Memperlihatkan keindahan kawasan Mayfair dari atas. 

Mac bergerak mengambil wine dari lemari kaca di samping Grace. Grace, yang begitu takjub dengan pemandangan di bawahnya sempat tidak menyadari Mac di belakangnya. Mac bergerak mendekati Grace dan memeluknya dari belakang. ''Kau suka?'' Grace sedikit terkejut dengan adanya Mac yang memeluknya dari belakang, namun dia tetap di posisi itu, menikmati pelukan hangat Mac dan mengangguk bahagia. Mungkin dia pernah menghapus harapannya untuk bersama dengan laki-laki bermata biru ini namun malam ini Mac membangkitkan kembali harapan itu.

Mac memutar lagu Claire de lune dan mengajak Grace berdansa, Grace dengan mengubur segala logika nya dan mengikuti hatinya malam ini menerima uluran tangan Mac dengan binar bahagia di matanya. Begitu juga Mac, begitu bahagia seolah malam ini tak akan ada habisnya. Bersama Grace merupakan hal yang selalu diimpikannya, disaat semua laki-laki tampan seperti Mac menjadi pemuja wanita, menganut paham hedonis dengan sederet wanita disampingnya, berfoya-foya menghabiskan malam di club-club, tidak dengan Mac, Mac dengan segala ketampanannya, belajar untuk berkepribadian  lincoln dari kecil, ketika beranjak remaja dia malah jatuh cinta dengan bocah kecil berumur lima tahun. 

Dan sekarang, disinilah Mac dengan penuh cinta memeluk Grace sambil berdansa. Mac sedari tadi melingkarkan tangannya di pinggang Grace, sementara Grace dengan tangannya yang melingkar di leher Mac menikmati alunan musik di atas bangunan dengan pemandangan yang menakjubkan. Mac menggapai bibir Grace dengan jemarinya, ''aku telah lama menginginkan bibir ini untuk ku kecup, menumpahkan rasa sayangku kepada pemilik bibir ini'' terlihat pipi Grace merona semerah tomat, tersipu malu-malu mendengar perkataan Mac. Melihat respon Grace, Mac memagut bibir Grace dengan lembut, membawa Grace melayang. Hampir limbung tubuh Grace ditopang Mac dengan semakin erat memeluknya.

Hampir tengah malam ketika Mac mengantarkan Grace pulang. Kecupan singkat mengakhiri pertemuan mereka malam ini. Mac baru masuk ke dalam mobil ketika Grace sudah menutup pintu rumahnya.
Sepertinya akan ada yang bermimpi indah malam ini.

Grace terbangun di pagi hari dengan senyuman indah menghiasi wajahnya. Dia masih teringat dengan kelembutan Mac tadi malam. Mac sungguh membuatnya bahagia. Kehangatan bibir Mac masih sangat terasa, ini terasa mimpi bagi Grace. Mendapatkan laki-laki tampan disela-sela patah hati membuatnya melupakan Grad, Mac telah mendapatkan perhatiannya. Terkadang Grace sempat bertanya, apa yang membuat Mac begitu memperlakukannya dengan istimewa. Apakah Mac melakukan hal yang sama dengan wanita lain, mengingat Mac bukanlah seseorang yang tidak istimewa, bahkan terlalu istimewa. Tidak akan sulit bagi Mac untuk mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan. Memikirkan itu membuat Grace menjadi tidak percaya diri, apakah Mac hanya akan mempermainkan perasaannya saja seperti yang dilakukan Grad kepadanya. Dan apakah ini hanya bersifat sementara saja? Grace berpikir Mac mungkin saja akan meninggalkan Grace ketika Mac sudah bosan dengannya, atau mungkin Mac hanya menjadikan Grace sebagai selingan dikala Mac jenuh dengan wanita lain.

Banyak hal yang berkecamuk dipikiran Grace, perlakuan Grad terhadapnya sungguh membuat Grace trauma. Seseorang pernah mengatakan, ''kucing memperlakukan ikan layaknya seekor ikan, dia akan membuang tulangnya ketika dagingnya sudah habis.'' Grace membenarkan, tidak ada yang menginginkan tulang ketika makan.

Grace dikejutkan dengan bunyi ponselnya dan mendapati Mac yang menelpon.
''bagaimana tidurmu semalam? Apakah nyenyak?''
Suara Mac terdengar sangat merdu di telinga Grace, begitu sensual dan serak, menandakan Mac pasti baru saja bangun.
''lumayan, hmm. Bagaimana denganmu?''
''nyenyak, tentu saja''
''Mac..'' tergerak Grace ingin menanyakan hal-hal yang berkecamuk dipikirannya tadi, namun diurungkannya, mengingat hubungan mereka sangatlah baru dan Mac belum ada sama sekali mengungkapkan bagaimana perasaannya kepada Grace. Grace menyadari bahwa ini adalah terlalu dini untuk menanyakan hal-hal yang seperti itu.
''kenapa kau malah diam Grace? Aku menunggumu berbicara...''
''ah, tidak apa-apa. Aku hanya sangat bahagia''
''benarkah?'' Mac bertanya dengan nada yang sangat datar, seolah pernyataan bahagia dari Grace bukanlah apa-apa.
''aku akan menjemputmu nanti malam jam tujuh, kita akan makan malam. Tidak ada alasan lagi Grace"
Mac langsung menutup telponnya. Grace sedikit kecewa, Mac tampak biasa-biasa saja setelah kejadian tadi malam. Sepertinya Grace bukanlah seseorang yang istimewa bagi Mac.

Mac yang merasa Grace menyembunyikan sesuatu mulai berpikir, apa yang salah dengannya. Kelihatan sekali Grace tadi ingin mengungkapkan sesuatu, namun tidak jadi diutarakan entah mengapa. Dia baru saja bangun tidur dan langsung ingin mendengar suara Grace, Grace sudah menjadi candu yang membuat Mac ketagihan. Mac agak sedikit canggung saat berbicara dengan Grace lewat telpon, ini adalah yang pertama kali ia menelpon Grace. Mendengar suara Grace yang baru saja bangun tidur membuat Mac menginginkan Grace disampingnya. Dia mengajak Grace makan malam, sedikit memaksa dengan kata-katanya kepada Grace, namun tampak tidak keberatan bagi Grace.

Mac membawa Grace ke sebuah restoran ternama di Farringdon. Tampak luar biasa tampan dan elegan dengan setelah resmi, sangat pas dengan Grace yang tidak kalah memukau. Mungkin Grace tidak bisa dibilang cantik, namun auranya malam ini sungguh memukau bagi Mac. Mac memilih Steak dari daging domba cornish dan Grand Sundae sebagai dessert, sedangkan Grace agak sedikit bingung dengan menu yang disediakan membuat Mac mencoba untuk memilihkan menu untuknya. Mac meminta pasta daging dengan caviar bumbu saffroni untuk Grace. ''Cobalah caviar sturgeos nya Grace, kau akan suka'' Grace hanya mengangguk sekedarnya. Dia pernah mendengar kalau caviar sturgeos ini beharga ratusan dollar. Grace merasa berlebihan dengan ratusan dollar hanya untuk makan malam. Seakan mengerti dengan Grace, Mac mencoba menenangkan Grace dengan memegang tangan Grace dengan lembut. Saat pelayan menuangkan Wine, Mac meminta sherry untuk Grace. Mac mengingat Grace yang tidak bisa terlalu banyak minum.

Mereka menikmati makan malam sambil berbicara panjang lebar tentang kehidupan masa kecil mereka. Grace baru mengetahui kalau umur mereka terpaut sebelas tahun. Mac menceritakan bahwa masa kecilnya dihabiskan di rumah orang tuanya di Clerkenwell. Grace terkejut saat mengetahui mereka pernah bertemu di rumah Lucy untuk pertama kali. Mac mengatakan saat itu dia sedang remaja. Mac menghabiskan masa remajanya di Tottenham, ayahnya disuruh kakek lincoln mengurus anak cabang perusahaan disana. Mac menyelesaikan study sebagai seorang konsultan dalam usia yang sangat muda. Grace menyadari betapa banyaknya hal kehidupan yang sudah dilalui oleh Mac mengingat usia mereka memang terpaut begitu jauh.

Grace tidak segan-segan memotong pembicaraan Mac ketika dia ingin hal lebih rinci tentang kehidupan Mac. Grace juga menceritakan masa kecilnya kepada Mac, yang sudah pasti Mac ketahui. Namun Mac tetap mendengarkan Grace, Mac merupakan pendengar yang baik. Sesekali Mac memegang tangan Grace, dibalas dengan rona kemerahan di wajah Grace. Mereka berdua seperti pasangan kekasih yang sudah lama berpacaran. Mac sangat lembut dan hangat kepada Grace, wanita akan sangat menyukai hal itu.

Tanpa sadar mereka telah duduk berapa lama di situ. Hidangan penutup sudah habis, mereka beranjak meninggalkan restoran. Mac membawa Grace ke kediamannya di Golden Lane Estate. Sebuah bangunan megah untuk bujangan kaya seperti Mac. Grace sempat terkagum-kagum dengan kemewahannya. Berbeda sekali dengan rumahnya yang tua itu, rumah Mac begitu megah. Mac memasuki halaman rumahnya ketika robert membukakan pagar rumah. Mac menghela Grace memasuki rumah dan disambut oleh Julia yang merupakan istri dari robert, pembantu rumah tangga yang menjaga rumah Mac. Mac membawa Grace ke ruang tamu sementara Mac bergerak naik ke atas mengambil sesuatu. Grace memperhatikan sekeliling rumah Mac. Begitu luas dengan tatanan kayu. Sepertinya Mac menyukai hal-hal berbau klasik seperti kayu. Rumah Mac begitu megah dari luar namun cukup hangat di dalam. Grace mengamati foto keluarga di dinding utama sebelah kiri, di sebelahnya tersampir juntaian seperti daun kering yang sudah dibuat sedemikian rupa, merupakan kerajinan tangan yang pernah dibuat oleh seorang pengrajin ternama, dengan harga ratusan dollar. Bahkan penghangat ruangan disini begitu unik.

Julia sudah selesai menyediakan minuman dan makanan ringan di meja dan kembali ke dapur ketika Mac turun dari tangga dan menemukan Grace sedang sibuk memandang sebuah lukisan. Mac melingkarkan tangannya di pinggang Grace dan memeluknya dari belakang. ''itu adalah lukisan ayahku, dia yang melukisnya. Indah bukan?'' Sebuah lukisan perkebunan anggur yang sedang panen menjadi penghias di rumah ini. Grace mengangguk sambil menikmati pelukan Mac. ''mungkin ini terlalu dini, tapi aku ingin kau memakai ini'' Mac mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya dan membuka sebuah kotak yang berisikan cincin berlian yang begitu indahnya. Mac memakaikan cincin itu di jari Grace, sangat indah di jari manisnya. Sesaat Grace ragu menerimanya, namun Mac meyakinkan bahwa cincin ini memang untuknya. Karena di dalam lingkaran cincin tersebut telah terukir ''my grace'' yang bearti Grace adalah milik Mac.



-----------------------

To be Continued :)